Gurun Danakil di Afrika "Cruelest Place on Earth".

National Geographic menyebutnya "Cruelest Place on Earth", Tempat paling Kejam di Bumi. 


Cahaya dari sungai lahar yang mencair di Danakil menerangi dinding kawah Gunung Api Ertale di Ethiopia - aktif selama seabad. Eritria dan Djibouti juga berbagi daerah ini, menopang suku-suku nomaden dan para saudagar garam

Gurun Danakil terletak di utara timur Ethiopia, Eritrea selatan dan sebagian besar Djibouti.Tanah air dari orang Afar. Industri utama Desert Danakil adalah tambang garam, sementara itu juga rumah bagi satwa liar, termasuk African Wild Asses.
Gurun Danakil merupakan daerah kritis garam dengan Baking temperature, sulit untuk dibayangkan ada landscape yang lebih brutal dari Gurun Danakil di Afrika. Tetapi bagi Orang Afar daerah ini adalah rumah bagi mereka dan mereka rela mati untuk mempertahankannya.
Mengapa ada orang yang berjuang untuk tempat seperti ini?
“Garamnya” kata mereka. Bagi mereka garam seperti emas. Mereka akan melawan siapa saja yang mencoba mengambilnya

Banjir dari samudera telah melapisi padang gurun dengan garam selama berabad-abad, komoditas berharga bagi Orang Afar.  


The Afar Depression bahasa Indonesianya Depresi Afar (juga disebut Depresi Danakil atau Segitiga Afar) adalah depresi geologi, meliputi Afar Triple Junction, dekat Tanduk Afrika, juga merupakan bagian dari Great Rift Valley, di mana tumpang tindih (overlaps) dengan Eritrea, the Afar Region of Ethiopia, dan Djibouti.
Afar dikenal sebagai salah satu hominid, berisi the Middle Awash, situs dari banyak penemuan fosil manusia purba fosil seperti Ardi, (ramidus Ardipithecus); Gona (Gawis kranium), tempat alat tertua di dunia batu, dan Hadar, situs dari Lucy, spesimen fosil Australopithecus afarensis.
Depresi Afar mencakup Gurun Danakil dan titik terendah di Afrika, Danau Asal (155 meter / 509 meter di bawah permukaan laut). Hanya Sungai Awash yang mengalir ke depresi, di mana berakhir di rantai danau yang menaikan salinitas. Dallol juga merupakan bagian dari Depresi, salah satu tempat terpanas di Bumi, dengan catatan suhu udara 64,4 ° C (148 ° F). Iklimnya bervariasi dari sekitar 25 ° C (77 ° F) selama musim hujan (September-Maret) hingga 48 ° C (118 ° F) selama musim kemarau (Maret-September).

Sumber air panas dan cairan batu-dikombinasikan untuk menciptakan lanskap dunia lain dari gunung berapi Dallol Ethiopia
Miniature salt terrasses at a green acid pond form strange patterns at the Dallol volcano

            Danau garam dan tanah datar yang terletak 90 m di bawah permukaan laut itu adalah salah satu bagian terendah di Afrika. Kelompok – kelompok Afar Muslim dan Tigrayan Kristen dari Dataran Tinggi Ethiopia bertemu setiap hari selama 10 bulan di sini, untuk menambang garam dan mengangkutnya dengan unta, bagal, dan keledai ke pasar-pasar di Pegunungan di Ethiopia dan lebih jauh lagi. Perdagangan itu tetap mata pencaharian utama di sebelah utara Afar.


Berita (mereka menyebutnya dagu) adalah subyek yang berat. Berita adalah sesuatu yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan. Orang Afar menyampaikan semua yang mereka lihat dan dengar secara lisan. Melalui dagu mereka mengetahui kabar setiap pendatang baru di dunia padang pasir itu. Juga kondisi kolam air dan tanah penggembalaan, perkawinan, dan kematian, persekutuan dan pengkhianatan, pertempuran terakhir, dan pula kondisi jalanan di hadapan. Mereka terkabari juga apa yang telah berubah di tanah ini dan dunia secara menyeluruh. Dengan semua ini pula mereka memutuskan tindakan apa yang akan diambil. Mereka yang memperhatikan perhatian paling besar pada dagu, kata mereka, dapat terus bertahan hidup. Insya Allah – jika Tuhan menghendaki.

Asal muasal Orang Afar tak banyak diketahui, tetapi para ahli bahasa mengelompokan bahasa mereka sebagai Cushitic – berasal dari bahasa purba di Dataran Tinggi Ethiopia. Cara hidup mereka yang berpindah – pindah, menyebabkan tak adanya rekaman arkeologis yang mereka tinggalkan. Tetapi para cendekiawan mengetahui dari prasasti batu berusia 2.000 tahun di dataran tinggi itu bahwa pada zaman itu orang-orang nomaden sudah berkelana bersama iring-iringan unta di Gurun Danakil.

            Orang Afar zaman kini menganggap diri mereka sebagai satu kelompok etnis, tetapi secara geopolitis populasi mereka yang berjumlah sekitar 3 juta terbagi di tiga Negara : Ethiopia, Eritria dan Djibouti. Tak ada jalan lain untuk bertahan hidup di Tanah Afar (atau Cafar-barro, begitu orang Afar menyebutnya) terutama jika harus terus mencari tanah penggembalaan untuk ternak, karena kehidupan Anda tergantung pada susu unta dan kambing. Curah hujan di Danakil kurang dari 18 cm/thn dan seringkali tak merata. Satu-satunya daerah subur adalah di sepanjang Sungai Awash – jauh di selatan tambang Garam Danau Asele. Selain segaris daerah subur di bantaran Sungai Awash itu, bagian lain dari gurun itu sama keringnya seperti dataran di Mars

“ Karena ini daerah ganas, kami harus bertempur. Kami menggunakan apa yang ada : senapan, pisau, batu”

Selain itu, Danakil juga sebuah keajaiban geologis yang produktif dan hiperaktif – gunung apinya, celah-celah, retakan lapisan kerak bumi, mata air panas, dan geiser yang menguap adalah bagian dari proses kelahiran sebuah samudera baru. Lapisan kerak bumi terpisah di sini, terpisah menjadi 3 retakan yang di sebut Afar Triple Junction. Suatu hari di masa depan yang masih sangat lama (sekitar 100juta tahun lagi, menurut beberapa ilmuwan), kalau retakan itu lengkap, air garam dari Laut Merah akan tumpah ke Cafar-barro, menghapus selamanya jejak unta Affar.
“ Itu akan terjadi kalau Tuhan menghendaki. Hanya Allah yang mengetahui hal-hal seperti itu”. Begitu kata Ma’ar Muhammad, salah satu orang Afar. Seperti orang-orang Afar lainnya, Ma’ar adalah seorang Muslim.

Orang Afar rela mati demi Danakil, demi Cafar-barro, atau demi klan mereka. Gurun itu tampak kejam bagi orang luar, tapi bagi mereka itu merupakan karunia Allah – tanah, rumput, dan air yang memberi mereka kehidupan. Karenanya, sebagai balasan mereka rela mati untuknya. Kekuatan lahir dan batin sangat diperlukan untuk bertahan hidup di padang pasir.


Padang  pasir penuh dengan bentuk yang berubah-ubah, bentuk fatamorgana yang menari – nari di dataran garam, debu gurun yang berputar pilin tanpa di duga, dan menghilang tanpa sisa sedikitpun. Tak mengherankan kalau Orang Afar yang begitu lekat dengan tanahnya, telah mempelajari muslihat gurun.
‘Allah yang membuat kami berada di sini’ kata Edris, salah satu Orang Afar juga. Mengapa mereka mencintai padang pasir itu? Ini bentangan terbuka di bawah langit yang menawarkan semua yang diperlukan oleh seorang manusia dan keluarganya : rumput untuk ternak, palem untuk dianyam menjadi atap rumah, semak belukar siwak untuk dibuat sikat gigi, atau untuk menyembuhkan sakit perut.
“Jika lebih lama lagi tinggal di sini, kami juga akan menjadi seperti gurun pasir ini. Menjadi mandiri dan penuh percaya diri seperti Orang Afar, yang selalu memandang orang asing penuh curiga. Kami tidak akan mempercayai seorangpun kecuali Orang Afar yang lain. Kami akan punya berlusin-lusin kata untuk menyebut air dan hujan, dan kami akan tersenyum dan berterima kasih atas berkat Allah ketika hujan turun dari langit – dan bahkan ketika banjir datang. Karena setelah hujan, pastilah datang musim panas dan rumput akan tumbuh. Dan kami, seperti Orang Afar, akan berpindah ke padang hijau itu” Begitulah kata-kata dari Virginia Morrel (reporter dari NG)



Sungguh para pejuang yang tangguh orang-orang itu. Sungguh bersyukur tinggal di Indonesia, berlimpah ruah dengan aneka ragam kekayaan alam. Dahulu kala Bangsa Belandapun betah tinggal di sini, menjajah selama 350 tahun, karena bangsa ini sangat kaya. Tetapi kenapa masih saja banyak yang miskin yach?

Galeri foto 

A Boisterous Homecoming


Endapan kalsium karbon melingkari mata air panas

Belerang dan mineral di kawah Dallol



Referensi :

Comments

Gaphe said…
ngeri banget yah kayaknya.. baca ceritanya aja kayak gitu, hiii...

tapi asik juga kalo bisa kesana foto2, tempatnya lumayan baguss... lapang banget
ria haya said…
Iya, nyari garam aja susah banget...
Kalau yang suka berpetualang pasti asik berwisata ke sana mendapatkan suasana baru, melihat dunia lain, selain dari indahnya laut yang biru dan pegunungan yang hijau
dv said…
waw klo diliat dari history nya justru jadi unik banged tempatnya. dan orang2 yg tinggal di tempat ky gt bener2 hebat bayangin aja suhu segitu panas nya tapi tetap bertahan..ckck
ria haya said…
iya bener, dan mereka tetap beriman dan penuh rasa syukur
Rina Andhani said…
Artikel yang bagus.. :)
ria haya said…
Thanks Rina, cuma rangkuman aja kok itu hehehe

Popular posts from this blog

Tahukah Anda tentang Suku Sentinel ?

Kebunku

Ternyata namanya adalah Sero