Lamunan di Pagi Hari

Sudah pernah kukatakan bukan kalau aku ini tipe yang lebih banyak mendengar daripada berbicara. Itu menurutku lho, entahlah kalau menurut orang lain. Maka dari itu kadang-kadang aku ini menjadi penampung curhatan beberapa temanku. Aku senang-senang saja sich dicurhatin, karena dengan begitu aku bisa belajar banyak dari pengalaman teman-temanku itu. Dan aku pikir juga, kalau teman-temanku mau curhat denganku berarti dia percaya padaku. Atau setidaknya aku ini pendengar yang cukup baik, yang mau mendengar keluh kesah orang lain tanpa banyak cincong. Malah ada satu temanku yang bilang aku ini seperti konsultan. (Halah!)

Biasanya aku akan memberi support dan saran sebisaku jika teman curhat. Kalau aku lagi ga ada ide untuk kasih solusi maka aku akan diam saja, dan hanya bilang “sabar ya...atau tetap semangat ya...!!!” Ya, kata-kata semacam itulah. Kadang-kadang kalau permasalahan yang dicurhatin aku sendiri sudah pernah mengalaminya, maka aku dengan lumayan pede akan membagi solusinya. Tapi kalau aku sendiri belum pernah mengalami permasalahan tersebut, aku akan memakai logika atau aturan normatif atau sikap yang pada umumnya (misalnya sesuai agama dan norma kesopanan), sesuai pengetahuan yang aku punya atau secara teoritis saja, padahal aku sendiri belum pernah mengujinya dengan tanganku sendiri. Tak jarang ketika aku dan temanku mencoba mencari solusi, terjadi perbedaan pendapat atau perdebatan, istilah lainnya eyel-eyelan.

Misalnya:

Temanku : “ Aku bosan disuruh sabar melulu”
Aku : “Lha harus gimana lagi? Emang sepertinya harus gitu, mo muter-muter, jungkir balik, ya kayaknya kamu yang harus ngalah dan sabar, kalau ngga, bisa-bisa bubar jalan”

Lain kesempatan lagi

Temenku : “Gak segampang itu, masalahnya ribet dan banyak”

Aku : “ Ya sudah diurai satu per satu saja, dipilah-pilah sesuai prioritas, dan cari intinya, dan mana yang jadi fokus dan tujuannya? “

Temanku : Tapi...begini begitu... Gimana dengan ini?

Aku : Lha itu kamu dah tau inti permasalahannya? Kenapa masih muter-muter, jungkir balik, ngalor ngidul, mbundhet... aku kan cuman kasih saran secara umum, ga tau sebenarnya kayak apa
(ini kalau dah mulai main emosi and eyel2an hahahaha)

Temanku : #diam saja, ga jawab lagi


Sesi yang lain lagi

Temanku : Kamu kan gak mengalaminya, makanya kamu bisa berkata seperti itu

Aku : Aku mang belum sampai ke tahap itu. Ya aku hanya kasih pendapatku saja, yang mungkin hanya normatif dan teoritis aja.

Temanku : Orang akan berkata lebih bijak, ketika ngga mengalaminya

Aku : ???? Gak kebalik tuch??? Bukannya orang akan lebih bijak, setelah mengalaminya. Jadi dia tahu sebaiknya harus bersikap apa kalau terjadi hal seperti itu lagi?
(Aku sudah mulai pusing lagi, komunikasipun berhenti. Sepertinya sudut pandang sudah berbeda. Hadeeehhh...)

Lain teman lagi :
Temanku : Kalau ga inget agama dan norma kesopanan mungkin aku dah kabur dari rumah mertuaku. Pulang ke rumah ortuku. Ya semoga saja aku masih bisa benar2 sabar

Aku : Iya bu disabar-sabarin yach... aku sendiri kalau nda inget agama dan norma kesopanan, pasti jadi orang yang jahat banget. (Karena aku sendiri belum menikah, jadi susah juga mau kasih saran apa? hehehe)

Kadang aku berpikir, ketika memberi solusi kepada teman dimana aku sendiri belum pernah mengalami permasalahan yang sama, aku bisa dengan begitu mudahnya berkata begini begitu, bla bla bla... yang mungkin aku sendiri jika dalam posisi mereka, aku malah tidak bisa menjalankan solusi yang aku berikan tadi. Mungkin aku juga ngga sekuat, sesabar atau setabah mereka. Walaupun mungkin waktu aku memberi solusi tentang suatu hal, aku menempatkan posisiku seperti mereka, atau melihatnya dari sudut pandang yang lain.
Istilah Jawa-nya jarkoni, iso ngajar ora iso nglakoni (bisa mengajar tapi ga bisa melakukan)

Walaupun mungkin aku seringnya jarkoni, beberapa saran seringkali berhasil. Dan kalau berhasil itu rasanya benar-benar menyenangkan. Temanku tersenyum lagi, aku juga ikut tersenyum.
Bahkan ada yang menjalankan ide ngawurku yang entah dari mana datangnya secara tiba-tiba, spontan begitu saja, dan untungnya dia berhasil melakukan ideku dengan sukses. Karena saking senangnya mungkin, sampai ditulis di salah satu halaman pada Tugas Akhirnya untuk ucapan terima kasihnya kepadaku. Huwaa...senangnya... Rasanya jadi lebih pede, kalau aku bisa membantu orang lain. Berarti aku bisa juga melakukan hal yang berguna bagi orang lain, walaupun cuma ide, saran atau pendapat, yang sekali lagi, mungkin aku sendiri belum tentu bisa melakukannya.

Kadang kala, temanku membalikkan  kata-kataku sendiri jika gantian aku yang mengeluh. Temanku :“Lho, kamu sendiri kan yang berkata begini?”.
Aku :“Oh, pernah ya aku berkata seperti itu?”
Temanku : “Lah! Gimana sich kamu? (Paling dia pengin noyor-noyor kepalaku hehehe)
tweweweng....

Comments

Yudi Darmawan said…
iya mbak,
kadang kita emang terlalu idealis,
tapi gitu kita yang kena masalahnya,
malah gak bisa balik ke prinsip yang udah kita camkan.. hehe
ria haya said…
@Yudi : iyach...kadang qt kesulitan menjalankan idealisme kita sendiri di lapangan :(
Anonymous said…
sekecil apapun pemberianmu kepada orang lain akan sangat beratri jika pas pada waktunya.... tapi boleh juga tuh jadi konselor.
ria haya said…
@Baha : iya juga yach, jika sesuai waktunya :)
TS Frima said…
kalau gak mengalami, jadi gak bisa tau dengan pasti. tapi setidaknya masih bisa bersimpati dan berusaha memberi dukungan.
Unknown said…
kalo gitu harus hati2 kalo kasih ide nih. jangan sembarangan ya. ntar dipraktekin lho. kacau deh. hehehe
hilsya said…
kadang2 orang kalo lagi ngomong kita dengerin aja tanpa komen suka kecewa karena ngerasa ga berempati.. tapi kalo dikasih saran suka ngeyel dengan pendapat sendiri.. lha jadi susah kan?
Gaphe said…
haha, saya dulu sering begituan tapi begitu kejadian menimpa sendiri trus dibalikin omongan saya sama temen lagi, yaaa trus jadi mikir.. menjalani ternyata tidak semudah mengucapkan. hahahah..
Unknown said…
iya mbak Ria, mending jadi konsultan aja, sarannya sering berhasilkan, ...sambil berdoa aja semoga masalah yang sama jgn sampai menimpa mbak :D
ria haya said…
@Ra-kun lari-laRIAN : iya bener, setuju

@Sang Cerpenis bercerita : iya mba, kalau sampai kacau nanti dibalikin lagi malah berabe ya hehehe

@hilsya : begitulah..mungkin sebenarnya dia hanya mencari pembenaran saja kali ya hehehe

@Gaphe : iya, kalau kata iklan " ah teori..." hahaha

@Yan : iya, kalau lagi dicurhatin juga berdoa, moga aku nda mengalaminya :D. Hmmm, konsultan...boleh jg, suatu hari nanti ^_^
Rawins said…
tak ndaktar curhat ah...
ria haya said…
@Rawins : ana taripe Mas, per detik :D plus biaya pendaptaran wkwkwkw
Damar said…
memiliki teman berbagi seringkali lebih gampang menemukan jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi, palinmg tidak mengurangi beban pikiran.

sering mendapatkan curhat teman, itu pertanda kita lebih bijak dalam menghadapi masalah
ria haya said…
@Djangan Pakies : Iya pak, saling curhat2an plus rembugan Pak hehehe. Tapi menjadi bijak itu ternyata sangat susah Pak bagi saya sendiri
21inchs said…
aku mau curhat ah :
'kok kamu gak pernah main ke blogku sih? '
ria haya said…
@21inchs : hahahaha
makanya daftar dulu, nti tak main ke sana :D
arev tyan said…
bener banget!terkadang kita bisa memberi petunjuk tapi ga bisa praktekin pas kejadiannya,,tapi setidaknya dirimu jadi pendengar yang baek alias mau jadi tempat curhat
Tarry Kitty said…
Jadi psikolog aja biar bermanfaat untuk orang lain xixi
Dihas Enrico said…
no action talk only....
jangan sampe yg begituan lho....
eh kalo pagi-pagi melamun rejekinya dipatuk ayam lho...
:P
ria haya said…
@arev tyan : iyach... :)

@Tarry kittyholic: kayakx malah saya yg perlu psikolog, krn pagi2 dah ngelamun hahahaha

@zone : itulah...no action talk only = jarkoni, seperti yg saya sebut di atas. itulah yg ditakutkan :(
biarlah...nti ayamnya saia gorenga :D
r10 said…
susah jadi manusia, kalau curhat-curhatan suka serba salah, kalau kasih pendapat :D
ria haya said…
r10 : hehehehe...begitulah...

Popular posts from this blog

Tahukah Anda tentang Suku Sentinel ?

Kebunku

Ternyata namanya adalah Sero