Kampung Laut Cilacap

Di Cilacap, tepatnya di wilayah Segara Anakan, ada suatu daerah yang dinamakan Kampung Laut. Saya sendiri belum pernah ke sana dan berniat suatu hari nanti bisa ke sana. Saya tahu daerah tersebut malah di bangku kuliah, ternyata cukup banyak juga penelitian yang dilakukan di sana, bahkan ada Segara Anakan Center for Development Project (SACDP) atau Proyek Konservasi dan Pembangunan Segara Anakan. Kebetulan beberapa waktu yang lalu membaca artikel di Kompas, yang isinya tentang kerusakan hutan mangrove sekitar 7.000 hektar di kawasan Laguna Segara Anakan. Artikel tersebut mengingatkan saya tentang area Kampung Laut yang berada di sana.

Karena saya sedang tidak berminat untuk menulis kisah saya sendiri, maka saya akan membuat rangkuman tentang Kampung Laut saja untuk mengawali postingan di November rain ini hehehe. Semoga bermanfaat ya :)

Sejarah
Kampung Laut merupakan nama untuk seluruh pemukiman yang berada di Segara Anakan, yaitu kawasan perairan yang terletak di antara daratan Cilacap sebelah Barat dengan Pulau Nusakambangan. Menurut cerita rakyat, penduduk asli Kampung Laut adalah anak keturunan dari para prajurit Mataram.
Dahulu para prajurit Mataram datang ke daerah tersebut untuk mengamankan perairan Segara Anakan dari gangguan bajak laut  Portugis. Berkat empat orang wiratamtama ( Jaga Playa, Jaga Praya, Jaga Resmi dan Jaga Laut) yang memimpin para prajurit tersebut akhirnya perairan Cilacap dan Segara Anakan aman dan bebas dari gangguan bajak laut. Setelah keadaan aman, ternyata para wiratamtama dan anak buahnya itu tidak mau kembali ke pusat kerajaan Mataram, melainkan tetap tinggal di kawasan Cilacap dan sekitarnya, misalnya Jaga Playa dan Jaga Praya kemudian bermukim di daerah yang sekarang disebut Klapalima, sementara itu Jaga Resmi dan Jaga Laut memilih tinggal di Pulau Nusakambangan. Jaga Resmi bermukim di daerah yang kini disebut Legok Pari, sedangkan Jaga Laut bertempat tinggal di Gebang Kuning atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kembang Kuning.

Ketika supremasi Kerajaan Mataram makin melemah dan akhirnya dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda, banyak daerah yang tadinya merupakan daerah kekuasaan Mataram, beralih menjadi kekuasaan Hindia Belanda. Demikian Cilacap dan Nusakambangan waktu itu juga di bawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda dipilih untuk pembuangan orang-orang yang dianggap melanggar hukum dan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.


Para narapidana yang tidak diurus dengan baik oleh pemerintah Hindia Belanda, mengganggu penghuni-penghuni Pulau Nusakambangan sebelumnya, yaitu anak-anak keturunan Jaga Resmi dan Jaga Laut dan anak buahnya. Karena itu mereka lalu menyingkir dari Pulau Nusakambangan, dan membuat rumah-rumah tempat tinggal mereka di laut Segara Anakan. Di Segara Anakan ini kemudian berdiri kelompok-kelompok pemukiman yang berupa kumpulan rumah tinggal, yang berujud rumah panggung.
Sejalan dengan perkembangan jaman, masing-masing kelompok perumahan itu makin berkembang, sehingga akhirnya membentuk suatu kampung yang tersebar di kawasan Segara Anakan. Karena kampung-kampung itu berada di perairan laut ( Segara Anakan ), maka kemudian disebut Kampung Laut. Nama lain dari Kampung Laut adalah Bejagan atau Pejagan. Nama ini juga terkait dengan cerita diatas, bahwa Segara Anakan adalah tempat para prajurit kerajaan Mataram melakukan penjagaan agar daerah ini aman, bebas dari gangguan para bajak laut.
Sampai awal tahun 1980an rumah-rumah di Kampung Laut masih berupa rumah panggung, di mana wujudnya seperti rumah-rumah Jawa pada umumnya (Limasan), dibangun di atas tiang-tiang kayu tancang dengan kisaran tinggi tiang penopangnya adalah 4 – 7 meter. Tiang-tiang tersebut ditancapkan ke dasar laut pada waktu air surut. Kayu-kayu untuk membuat rumah (seperti kayu tancang untuk kerangka, bambu yang dianyam, papan kayu atau anyaman daun nipah (welit) untuk dinding rumah) berasal dari hutan-hutan bakau (mangrove) dan P. Nusakambangan. Mereka tidak menyukai genteng sebagai atap rumah karena berat, dan lebih memilih nipah atau seng. Pola letak perumahan umumnya berderet memanjang. Bila ada dua deret, maka rumah-rumah yang ada di deret yang satu, akan dibangun menghadap pada deret yang lain, dan diantara dua deret rumah itu ada jalur jalan seperti jembatan, yang juga terbuat dari kayu. Suatu kampung dapat terdiri dari 4 deret rumah atau lebih.
Para penduduk Kampung Laut kebanyakan berprofesi sebagai nelayan. Pada zaman itu Segara Anakan masih luas dan dalam. Seorang nelayan bisa menangkap 25-50 kg ikan dan udang dalam sehari, dengan tidak perlu pergi jauh-jauh dari rumah panggungnya. Saat itu Segara Anakan menjadi habitat ikan, udang, kerang totok, kepiting, dan biota laut lainnya. Ketika itu masih banyak rumah-rumah panggung yang berdiri di atas laut, dan hutan mangrove juga belum ditebangi untuk dijadikan kayu bakar atau perangkat rumah.
Seiring berjalannya waktu terjadi pendangkalan laut di area tersebut yang berasal dari sungai-sungai yang ada di sebelah Utara Segara Anakan yang membawa banyak lumpur yang akhirnya menumpuk dan tersedimentasi membentuk tanah timbul. Menghadapi situasi tersebut akhirnya para penduduk mengurug kolong-kolong rumah dan jembatan untuk jalan dengan tanah, sehingga seluruh permukiman menjadi daratan.
Sekarang ini sudah sulit untuk mendapatkan rumah panggung yang berdiri di atas air laut. Bentuk dan model bangunanpun berubah, mengikuti modernisasi, seperti bangunan yang terdapat di kota-kota. Walaupun dalam bentuk dan bahan bangunan rumah telah banyak mengalami perubahan, tetapi dalam pola tata letak perumahan, terutama di pemukiman-pemukiman yang penghuninya yang bermata pencaharian sebagai nelayan, masih banyak yang mengikuti pola lama. Untuk kepentingan kemudahan tranportasi air, dibelakang rumah-rumah yang berderet itu dibuat saluran air atau parit yang menghubungkan pemukiman itu ke laut. Dermaga-dermaga kecil terletak dibelakang rumah-rumah tinggal. Jadi kalau jalan darat berada di antara dua deret rumah yang saling membelakang (Ungkur-ungkuran, red : Bahasa Jawa ).

Pesona Kampung Laut

Segara Anakan Cilacap


Secara geografis posisi Kampung Laut atau Segara Anakan berada di sebelah Barat Kota Cilacap. Untuk menuju ke daerah itu kita dapat menggunakan perahu motor atau compreng, angkutan umum dari pelabuhan Sleko Cilacap. Untuk sampai di desa terdekat, yaitu Ujungalang, memakan waktu sekitar satu hingga dua jam.
Segara Anakan merupakan suatu laguna yang dalam hubungannya dengan Samudera Hindia dipisahkan oleh pulau Nusakambangan, di mana pulau tersebut menghalangi keganasan ombak Samudera Hindia dan membuat perairan Segara Anakan relatif tenang. Pendangkalan di Segara Anakan menimbulkan adanya tanah timbul (mud island) dan hutan mangrove. Hutan Mangrove di Segara Anakan merupakan habitat dari berbagai satwa liar. Kalau kita berlayar dengan menggunakan jakung (perahu kecil) atau compreng (perahu yang berukuran lebih besar yang dapat mengangkut belasan orang penumpang) menyusuri kanal-kanal di sela-sela hutan Mangrove yang oleh masyarakat setempat disebut kali atau lorongan. Ditempat itu kita sering berjumpa dengan berbagai satwa liar. Monyet-monyet yang bergelantungan dipohon bogem atau api-api, lingsang yang dengan lincahnya menyelam dan mengapung di air tepian kanal, atau berbagai jenis burung seperti bangau, kunthul, cikakak, supiturang yang berbulu indah dan lain-lain dapat kita temui.

Hutan Mangrove

Perairan yang ada di bawah hutan Mangrove merupakan ekosistem yang kaya akan berbagai jenis plankton dan komunitas benthik yang produktifitas hasil laut yang tinggi. Jenis-jenis pohon tertentu di hutan Mangrove (misalnya pohon bakau) dengan bentuk akarnya yang khas dapat berfungsi sebagai rumpon yang merupakan tempat yang cocok untuk pemisahan satwa liar. Oleh sebab itulah oleh para ahli biologi perairan Segara Anakan dapat dikatakan sebagai daerah asuhan (nursery ground) misalnya untuk berbagai jenis ikan, udang dan kepiting. Segara Anakan yang mempunyai dua plawangan (pintu) yaitu plawangan timur dan plawangan barat di kedua ujung Pulau Nusakambangan, membuat kawasan ini mempunyai hubungan perairan yang langsung dengan Samudera Hindia. Pada waktu yang lalu, saat kedalaman perairan Segara Anakan dan plawangan-plawangannya masih cukup dalam, ikan-ikan pengembara (migratory species) dari berbagai lautan, banyak yang singgah di Segara Anakan. Mereka bersama-sama ikan-ikan lokal yang lain dapat memperoleh makanan di Segara Anakan.

Sungai Kembang Kuning

Nypa Palm

Kawasan ini selain menjadi tempat penelitian yang menarik juga menjadi tujuan wisata alam yang menarik pula. Laguna yang unik, Pulau Nusa Kambangan yang mempesona, ekosistem mangrove yang mempunyai komposisi dan struktur hutan terlengkap di Pulau Jawa (ditemukan sekitar 30 spesies tumbuhan).
Dari berbagai sumber
Foto dari Panoramio

Wuahahaha...panjang juga ya rangkumannya. Hayooo.. siapa yang sampai tertidur membaca tulisan di atas???

Comments

al kahfi said…
kalau di lihat dari atas,,betapa kerennya ya tampak muara2 dan alur2 air di kampung laut
Tarry Kitty said…
Hoammmmm, Aq wes nglilir
Haha,,,,, Ternyata cilacap punya kekayaan alam yang menarik. Madiun ga ada apa2nya hikz
Unknown said…
aku punya banyak temen yang dari cilacap, dan kalau sedang ngobrol masalah sunami, kayaknya mereka semua kompak berkata, "cilacap aman selagi ada pulau nusa kambangan",
emang bener gitu ya Mbak???
ria haya said…
@al kahfi : iya, sayang terjadi pendangkalan dan kerusakan lingkungan yang cukup kronis di sana, sehingga banyak potensi ekonomi yang hilang :(

@Tarry KittyHolic : hahaha, pecel madiun yo enak lho mba ^^

@Yan Muhtadi Arba : katanya sich gitu, tapi Wallahu'alam, kalau ombaknya setinggi gedung pencakar langit. Tapi P. Nusakambangan memang menghalangi dahsyatnya ombak laut kidul sich, di Teluk Penyu jg ombaknya nda terlalu besar. Beda dg ombak di pantai dekat rumahku yang nda ada penghalangnya.
Unknown said…
penduduk kampung laut cilacap ternyata keturunan mataram islam ya? baru tahu nih.
nice share sist. foto2nya juga bagus. :)
@ivanna_vee said…
jadi pengen ke cilacaaappp
Yayack Faqih said…
ada sejarah panjangnya ya, kalo sya cilcapa ya taunya daerah deket pantai dan dekat dengan nusa kambangan hehe
Septian Dwi said…
lam kenal yaaaa
postingannya keren bgtz.....


komment balik yaaaa
follow n tker link jg yaaa
wah mangrovenya keren tuh..
bisa mencegah abrasi :)..
Unknown said…
sungai kembang kuningnya banyak buaya gak ya?
hawa said…
Wow..
Indonesia memang dak ada habisnya..
Keren.. :D
ria haya said…
@panduan belajar blog : makasih, foto-fotonya di ambil dari panoramio, bukan saya sendiri yang motret hehehe

@cikvee : monggo...datang saja ke cilacap ^^

@yayack faqih : yang sering keluar di TV ya Nusakambangan? hehehe

@cari kerja : makasih sob, lam kenal juga :)

@socafahreza's blog : iya, semoga makin banyak ya mangrovenya, nda rusak

@Sang Cerpenis bercerita : wah, nda tau mba, lom pernah liat hehehe

@hawa : setuju, semoga tetap lestari dan tidak rusak ya semua keindahan alamnya ^^

Popular posts from this blog

Tahukah Anda tentang Suku Sentinel ?

Kebunku

Ternyata namanya adalah Sero