a first step

Sudah sekitar satu bulan saya bekerja di salah satu SD di desa saya. Salah satu guru dimutasi, jadi mereka kekurangan tenaga. Saya bukan bekerja sebagai guru, karena saya tidak mempunyai ijazah guru. Saya hanya membantu sebagai operator atau semacam bagian administrasi. Walaupun saya mempunyai pengalaman mengajar (waktu masih kuliah dan kerja di swasta), tapi saya tidak punya SIM untuk mengajar (guru SD), jadi saya tidak berani mengajar di kelas. Saya sendiri kebetulan sedang sibuk mengerjakan proyek pemetaan bersama teman-teman. Tapi karena ini adalah sebuah kesempatan belajar hal baru, saya menyanggupi untuk membantu di SD itu. Pagi hari sampai sekitar jam 2 siang saya mengabdikan diri di sekolah. Sore sampai malam hari saya baru mengerjakan proyek saya sendiri. Capek? Tentu saja, tapi Insya Allah saya ikhlas. Kenapa saya katakan mengabdi, tentu saja karena honornya kecil, mungkin hanya cukup untuk membeli pulsa saja hahaha.

Ketika saya masuk, pekerjaan admnistrasi lumayan banyak. Dan hampir semuanya online. Kebetulan juga sedang deadline. Dalam waktu singkat saya harus memahami istilah-istilah pendidikan dan sistemnya, beserta aplikasinya, seperti Dapodik, PIP, sertifikasi, SIMPEG, UKG, PUPNS, dll. Kebetulan semua meminta update. Maka dipastikan saya harus bisa belajar dengan cepat, agar semua tertangani dengan tepat waktu, agar sertifikasi para guru cair, dana BOS turun, dana BSM atau PIP turun, dsb. Bahkan saya harus lembur hampir tiap malam, karena pekerjaan yang menumpuk dan berbarengan itu. Pekerjaan saya sendiri di rumah juga sedang deadline. Bisa dipastikan setiap hari saya hanya tidur sekitar 3-4 jam saja. Tapi karena saya sudah terbiasa lembur dan berusaha mengerjakannya dengan ikhlas, ya saya senang-senang saja bekerja.

Bekerja sebagai Tenaga Kependidikan honorer di SD tidak bisa dijadikan sebagai pekerjaan utama. Honor pertama saya adalah Rp. 200.000;/sebulan, hahahaha. Ditambah karena saya sudah mau lembur dan kurang tidur maka honor saya ditambah Rp. 150.000;. Jadi semua menjadi Rp. 350.000;. Tentu saja honor itu lumayan jauh dengan gaji saya waktu masih bekerja sebagai orang kantoran di Jakarta. Tapi bukankah kadang bekerja itu tidak hanya sekedar berpikir tentang uang saja???
Di SD tempat saya bekerja, semua guru adalah perempuan, hanya satu guru laki-laki saja, guru olah raga,  dan itu juga wiyata bhakti. Dan karena hampir semuanya guru-guru senior dan hampir semuanya gaptek, jadi mereka butuh operator untuk mengerjakan data yang perlu dionlinekan. Sejauh ini saya merasa nyaman, karena saya menganggap semua guru-guru itu sudah seperti orang tua saya sendiri. Karena hampir semuanya seusia orang tua saya.

Teman-teman saya di desa banyak yang kaget dan heran (tidak sedikit yang menyayangkan), melihat saya di rumah, dan bekerja sebagai honorer saja di SD. Tapi tidak sedikit juga yang mendukung. Saya paling hanya menjelaskan saya sedang sangat jenuh dan bosan bekerja kantoran di Jakarta, dan butuh suasana dan hal baru. Ini adalah salah satu keinginan saya. Saya bisa masuk ke dunia pendidikan, dan bisa menyumbangkan tenaga saya. Walau sekarang belum banyak yang bisa saya lakukan, tapi hal ini saya anggap sebagai langkah awal mewujudkan salah satu mimpi saya. Dengan bekerja di salah satu SD di desa saya, mungkin saya juga bisa sekaligus ikut mbangun desa.


Dulu saya ingin sekali ikut program Indonesia Mengajar (klik di sini, untuk postingan ceritanya), tapi tidak mungkin karena terhalang persyaratan. Saya hanya bisa iri saja kepada pengajar-pengajar muda berprestasi itu hahahaha. Yah, walaupun saya tidak sehebat para pemuda-pemuda itu, yang pergi ke pelosok negeri untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi setidaknya saya sudah memulai langkah awal untuk mewujudkan salah satu mimpi saya, dimulai dari desa saya sendiri hehehe.


Comments

Popular posts from this blog

Tahukah Anda tentang Suku Sentinel ?

Ternyata namanya adalah Sero

11.11