Posts

Showing posts with the label Curhat

Bukan Rindu, Hanya Kenangan yang Tak Pergi

“Ada yang tak ingin kita ingat, tapi diam-diam tubuh menyimpannya lebih baik dari ingatan.” — dari ingatan yang tidak pulang Kadang, tanya itu datang tanpa aba-aba. Apakah ia pernah tahu, walau sejenak, apa yang bergemuruh dalam hatiku? Akhir-akhir ini, bayangnya kembali menyelinap. Pelan, nyaris tak terasa—seperti angin malam yang lewat di antara jendela yang tak rapat. Bukan karena aku memanggilnya. Bukan karena rindu. Aku hanya teringat. Dan dari sekian banyak yang pernah datang dan pergi, hanya dia yang sulit benar untuk kulupakan. Aku tidak menginginkan pertemuan ulang. Bahkan dalam mimpi pun, rasanya aku ingin ia tetap jauh. Tapi ada satu hal yang masih tinggal—tatapan itu. Satu pandang mata yang pernah memulai semua kerumitan ini. Tatapan yang tak pernah benar-benar pergi, meski waktu terus berjalan, dan aku terus mencoba berpaling. Dia pernah melihatku seperti dunia sejenak melambat. Tidak hanya memandang, tapi seolah memahami tanpa perlu aku menjelaskan apa pun. Tatapan yang d...

Bayang yang Tak Pernah Hilang

Sudah dua puluh musim berlalu.  Waktu terus berjalan, tapi tidak semua luka sembuh olehnya. Beberapa luka hanya memilih diam, bersemayam tenang seperti bayang yang menari di tepi mata—tak pernah sepenuhnya hilang, meski tak selalu terlihat. Aku bukan bagian dari cerita hidupnya yang terang. Aku bukan sosok yang ia panggil dengan yakin. Tapi di sela angin yang berbisik lembut, aku merasa ada kisah kecil yang pernah menyentuhku: bahwa mungkin, sesekali, aku adalah titik lembut di sudut matanya—kesunyian yang ia jamah tanpa suara. Apakah itu nyata, atau hanya harapan yang bergaung  terlalu dalam? Aku sendiri tak tahu. Tapi kata-kata yang tertinggal, sebagaimana embun pagi yang melawan dingin, membuatku ragu untuk pergi. Aku terjebak dalam pilihan yang samar—antara melangkah menjauh, atau tetap berdiri di persimpangan rasa yang tak punya ujung. Ia hadir tanpa janji, tanpa tanda. Seperti angin yang tahu kapan harus datang membelai luka. Ia tak pernah menjanjikan apa pun—hanya hadir...

a first step

Image
Sudah sekitar satu bulan saya bekerja di salah satu SD di desa saya. Salah satu guru dimutasi, jadi mereka kekurangan tenaga. Saya bukan bekerja sebagai guru, karena saya tidak mempunyai ijazah guru. Saya hanya membantu sebagai operator atau semacam bagian administrasi. Walaupun saya mempunyai pengalaman mengajar (waktu masih kuliah dan kerja di swasta), tapi saya tidak punya SIM untuk mengajar (guru SD), jadi saya tidak berani mengajar di kelas. Saya sendiri kebetulan sedang sibuk mengerjakan proyek pemetaan bersama teman-teman. Tapi karena ini adalah sebuah kesempatan belajar hal baru, saya menyanggupi untuk membantu di SD itu. Pagi hari sampai sekitar jam 2 siang saya mengabdikan diri di sekolah. Sore sampai malam hari saya baru mengerjakan proyek saya sendiri. Capek? Tentu saja, tapi Insya Allah saya ikhlas. Kenapa saya katakan mengabdi, tentu saja karena honornya kecil, mungkin hanya cukup untuk membeli pulsa saja hahaha. Ketika saya masuk, pekerjaan admnistrasi lumayan banya...

Kampung semakin ramai saja

Image
Akhir-akhir ini ibuku dan ibu-ibu yang lain suka bercerita kalau mereka sudah mulai kesusahan dan takut menyeberang di jalan raya di dekat rumah, mungkin di jalanan lainnya juga. Apalagi pada sore hari ( bedug sore istilah jawanya). Motor dan mobil berseliweran dengan kencang. Sehingga seringkali mereka harus  dibantu menyeberang, karena bisa lebih dari 10 menit mereka diam saja di pinggir jalan, takut menyeberang. Yah memang setahun terakhir ini jalan raya di desa (jalan kecamatan atau jalan lokal, jalan kabupaten, jalan provinsi, bahkan jalan nasional di kampungku ini) semakin ramai. Semakin banyak mobil pribadi kinclong bersliweran, bahkan masih berplat merah dengan tanda X dengan background putih alias masih baru banget dan belum punya STNK (plat hitam). Jalanan juga mulus, hingga orang-orang mungkin lebih tergoda untuk mengendarai mobil/motor dengan kecepatan tinggi, seperti di jalan tol. Dulu selain Avanza atau APV jarang sekali mobil jenis lain yang lewat. Sekarang sud...

Berusaha Seimbang

Sebelum tidur curhat dulu hehehe Postingan lama #latepost Seberapa lama sich kita setiap harinya menghabiskan waktu di depan layar? Entah itu layar handphone, komputer, laptop, atau televisi? Sewaktu masih bekerja kantoran dulu yang jelas 8 jam dalam sehari wajib di depan layar komputer. Di kantorku yang pertama malah login ke software yang dipakai minimal harus 7,5 jam. Jadi perusahaan hanya mentoleransi kurang dari 30 menit (0,5 jam) saja. Lebih dari itu maka akan ditanyakan waktu yang digunakan untuk apa saja? Dan alasannya harus bisa dipertanggung jawabkan. Setelah pulang kerja, masih membuka laptop, karena harus mengerjakan tugas kuliah. Paling tidak 2-5 jam. Sambil menonton televisi. Kerja sambil kuliah itu memang sangat melelahkan. Belum lagi melihat handpone serta membaca buku, majalah, dan bacaan lainnya. Wajar saja jika saya akhirnya harus memakai kacamata. Ketika pindah perusahaan, tidak jauh berbeda. Bedanya saya sudah lulus kuliah dan jarang membaca buku. Tapi...

Bus dan RSUD

Image
Hampir setiap sebulan sekali saya mengantar Bapak ke RSUD Banyumas untuk kontrol rutin ke dokter jantung. Karena saya belum pintar mengemudi mobil melewati jalan yang menanjak berkelok-kelok, maka naik bus umum menjadi pilihan saya ke sana. Kenapa tidak ke RSUD Cilacap? Saya hanya merasa sedih jika ke sana karena pelayanannya jauh dari harapan, petugasnya sangat tidak ramah, dan RSnya tidak sebersih Banyumas. Mungkin mereka lelah. Karena naik angkutan umum, kami harus berangkat lebih pagi. Jika berbarengan dengan anak-anak sekolah, maka bus penuh dengan anak-anak sekolah. Jika sudah melebihi jam 7 pagi, bus hampir kosong. Hanya ada satu dua penumpang saja, dan rata-rata para orang tua yang berobat juga di RSUD. Jarang sekali saya jumpai pegawai atau pekerja kantoran yang naik angkutan umum. Mungkin kalau saya jadi pekerja atau pegawaipun saya lebih memilih naik kendaraan pribadi atau kos saja. Bus waktu jam pergi dan pulang sekolah Untuk bus tanggung antar kota kabupaten...

Senin! Mari bekerja lagi :)

Image
Semilir angin dingin bulan Agustus yang masuk melalui jendela kamar sungguh segar. Kadang membuatku mengantuk.  Tidak kalah dingin dengan AC di kantorku yang dulu. Kalau aku mau aku tinggal berbaring  meluruskan punggung dan mengistirahatkan mata sebentar di tempat tidur di belakang meja kerjaku. Pemandangan di kebon belakang rumah Aku masih sama membuat peta, bedanya sekarang aku bisa mengerjakannya di rumah. Dan jika aku bosan aku akan memboyong laptopku duduk di halaman belakang rumah, dengan pemandangan pepohonan dan merasakan langsung hembusan angin dingin musim kemarau ini. Dan jika sudah terlalu kedinginan aku akan membakar dedaunan kering yang selalu saja berserakan, walau sudah disapu. Jika kebetulan ada ubi atau singkong nganggur, aku tinggal membakarnya juga bersama dedaunan kering itu. :D Sudah memasuki bulan ke 8 aku bekerja di rumah. Awal tahun baru ini aku memutuskan untuk pulang kampung. Seorang teman di Jakarta, mengajakku ikut berpartisipas...

Selamat Lembur di malam Senin!

Image
Suara jangkrik dan serangga malam menemaniku lembur. Kadang-kadang sayup-sayup terdengar suara kendaraan yang melintas di jalan raya sekitar 100 meter dari rumahku. Bahkan suara langkah kaki terdengar seakan begitu nyaring jika malam semakin larut. Suara daun yang tertiup angin, gesekan ranting, dan kadang terdengar juga sayup-sayup suara gendingan jawa (entah itu suara asli atau berasal dari radio atau tape ), atau suara lainnya akan terasa begitu nyaring. Bahkan jika malam hening sekali, aku seperti mendengar suara deburan ombak dari pantai yang berjarak sekitar 3 km lebih dari rumahku. Atau itu hanya ‘ rungon-rungon ku’ saja? Entahlah.. Bahkan suara mengikik yang begitu nyaring pernah aku dengar di tengah malam. Semoga itu hanya ringtone HP orang yang iseng Kali ini aku sengaja tidak menghidupkan radio atau mendengarkan lagu-lagu dari music player . Bunyi klak-klik dari mouse dan suara ketikan di keyboard juga menjadi terasa begitu nyaring. Agh... semoga saja aku tidak mengan...