KALABENDHU
KALABENDHU SAAT ini Indonesia sedang berduka. Dalam budaya agraris yang dekat dengan alam, nasib seseorang dipersepsi masuk dalam siklus roda putar waktu yang silih-berganti. Hidup tak ubahnya roda pedati, “ cakra manggilingan ”, ada senang dan susah. Itu pun hanya sejenak, sekadar “ mampir ngombe ”, kata orang Jawa. Bila tanda-tanda alam dipercaya sebagai metafora sejarah, maka terdapat siklus yang kekal untuk semua rentetan peristiwa. Ada repetisi, pengulangan berkali-kali yang menetap, meski dengan cara yang tak sama. Tidak cuma siklus alam, siklus juga terjadi dalam sejarah. Dalam sejarah bangsa Indonesia ditandai dengan siklus 20 tahunan. Sementara putaran zaman yang kita alami kini sedang memasuki masa senja. Orang Jawa mengatakan “ wayah surup ”. Menjelang senja, asar hampir usai, magrib akan tiba. Sedang berlangsung pergantian, masa transisi dari terang ke kegelapan. Kata para nabi, jangan tidur pada saat-saat menjelang sampai melewati magrib. Ia akan mengalami kebingung...